Risiko Sicks Building Syndrome (SBS) pada Pegawai dan Keadaan Lingkungan Fisik Ruang Perkantoran Balai Besar Pelatihan Kesehatan (BBPK) Ciloto
Abstract
Abstract: This study was conducted to determine the risk of Sick Building Syndrome (SBS) in employees and how the physical environment of the BBPK Ciloto office space. This research method is a descriptive study with a frequency distribution analysis approach. Collecting data through questionnaires and measuring the physical environment of the workspace. The population were all employees in the office of BBPK Ciloto, while the sample was employees who worked in the room for 4-8 hours. Characteristics of respondents who have complaints of Sick Building Syndrome (SBS) are as follows: the age of most of the respondents is ≥45 years, the majority are male, and the period of work in the room occupied is mostly ≥5 years. The most common complaints are itchy nose, neck stiffness and tingling, tingling in the fingers, fatigue, tiredness, red eyes, sore eyes, and stomach pain. The measurement results show that; the temperature in each workspace is in accordance with the standard; air humidity is generally above the standard value; lighting in most workspaces is subpar; and ventilation in general is still below standard. Recommendations for institution should carry out for controlling both control of elimination, substitution, engineering, administration, and provision of Personal Protective Equipment (PPE).
Abstrak: Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui risiko Sick Building Syndrome (SBS) pada pegawai dan bagaimana keadaan lingkungan fisik ruang perkantoran BBPK Ciloto. Metode penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kuantitatif analisa distribusi frekuensi. Pengumpulan data dilakukan dengan menyebarkan kuesioner dan pengukuran lingkungan fisik ruang kerja. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh pegawai di ruang perkantoran BBPK Ciloto, sedangkan sampelnya adalah pegawai yang bekerja dalam ruangan selama 4-8 jam. Karakteristik responden yang mengalami keluhan Sick Building Syndrome (SBS) sebagai berikut: usia responden sebagian besar ≥45 tahun, mayoritas berjenis kelamin laki-laki, dan masa kerja di ruangan yang ditempati saat ini sebagian besar ≥5 tahun. Keluhan yang paling sering dirasakan adalah hidung gatal, hidung berair, pegal dan kaku pada leher, kesemutan pada jari-jari tangan, kelelahan, mengantuk, mata merah, mata pedih, dan sakit perut. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa: suhu pada tiap ruang kerja responden sesuai standar; kelembaban udara pada umumnya di atas nilai standar; pencahayaan pada sebagian besar ruang kerja masih di bawah standar; dan ventilasi pada umumnya masih di bawah standar. Rekomendasi untuk institusi sebaiknya melakukan pengendalian risiko baik pengendalian eliminasi, substitusi, rekayasa teknik, administrasi, maupun penyediaan Alat Pelindung Diri (APD).
References
Aditama, T. Y., & Andarini, S. L. (2002). Sick building syndrome. Medical Journal of Indonesia, 11(2), 124-31
Aryadni, E., Juanda, J., & Santoso, I. (2019). Faktor Fisik dan Biologi dengan Keluhan Sick Building Syndrome. JURNAL KESEHATAN LINGKUNGAN: Jurnal dan Aplikasi Teknik Kesehatan Lingkungan, 15(2), 673-678
Ayu,L. Budiastutik, I, Trisnawati, E. 2017. Hubungan Antara Suhu, Kelembaban Dan Jumlah Bakteri Di Udara Pada Ruangan Ber-AC Dengan Sick Building Sindrome (SBS) Pada Karyawan PT. Alas Kusuma Group. Kabupaten Kubu Raya
Fauzi, M. (2015). Hubungan Faktor Fisik, Biologi Dan Karakteristik Individu Dengan Kejadian Sick Building Syndrome Pada Pegawai Di Gedung Pandanaran Kota Semarang (Doctoral dissertation, Universitas Negeri Semarang)
Hartoyo, S. (2009). Faktor Lingkungan yang Berhubungan dengan Kejadian Sick Building Syndrome (SBS) Di Pusat Laboratorium Forensik Dan Uji Balistik Mabes Polri. Studi Di Pusat Laboratorium Forensik Dan Uji Balistik Mabes Polri Jakarta (Doctoral Dissertation, Universitas Diponegoro)
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 288/Menkes/SK/III/2003 tentang Pedoman Pengendalian Sarana dan Bangunan
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1405 / Menkes / SK / XI / 2002 tentang persyaratan kesehatan lingkungan kerja perkantoran dan industri
Marhavilas, P., Koulouriotis, D., Nikolaou, I., & Tsotoulidou, S. (2018). International occupational health and safety management-systems standards as a frame for the sustainability: mapping the territory. Sustainability, 10(10), 3663
No, I. A. F. (1991). 4 (revised) Sick building syndrome. Research and Development (MD-1. 56), Air and Radiation (6609J)/US EPA (United States Environmental Protection Agency)
Nur Najmi Laila. (2011), Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Keluhan Sick Building Syndrome (SBS) pada Pegawai di Gedung Rektorat in Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2011, Skripsi. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Suharsimi Arikunto, 2006, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta : Rineka Cipta. Depdiknas
Sunu, P., & Putra, R. M. S. (2001). Melindungi lingkungan dengan menerapkan ISO 14001. Gramedia WIdiasarana Indonesia (Grasindo)
Rahman, N. H., Naiem, F., & Russeng, S. (2013). Studi tentang Keluhan Sick Building Syndrome (SBS) pada Pegawai di Gedung Rektorat Universitas Hasanuddin Makassar
Ruth, S. (2009). Gambaran Kejadia SBS Dan Faktor-Faktor Yang Berhubungan Pada Karyawan PT. Elnusa Tbk Di Kantor Pusat Gedung Graha Elnusa
United States. Occupational Safety, Health Administration. Office of Science, & Technology Assessment. (1995). OSHA Technical Manual (Vol. 1). US Department of Labor, Occupational Safety and Health Administration, Office of Science and Technology Assessment
Umum, K. P. (2006). Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No: 29. PRT/M/2006 Tentang Pedoman Persyaratan Teknis Bangunan Gedung. Jakarta: Kementerian Pekerjaan Umum.Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 8 Tahun 2010 tentang Alat Pelindung Diri