//ojs-upgrade.ummat.ac.id/index.php/historis/issue/feedHistoris : Jurnal Kajian, Penelitian dan Pengembangan Pendidikan Sejarah2023-08-03T21:50:37+08:00Ahmad Afandihistoris.ummat@gmail.comOpen Journal Systems<table class="data" width="100%" bgcolor="#f0f0f0"><tbody><tr valign="top"><td width="20%">Journal Title</td><td width="80%"><strong>Historis : Jurnal Kajian, Penelitian dan Pengembangan Pendidikan Sejarah</strong></td></tr><tr valign="top"><td width="20%">Frequency</td><td width="80%"><strong></strong><strong>2</strong> <strong>issues per year (Juni & Desember)</strong></td></tr><tr valign="top"><td width="20%">DOI</td><td width="80%"><strong>prefix 10.31764 by <a href="https://search.crossref.org/?q=Jurnal+Teori+dan+Aplikasi+Matematika+%28JTAM%29" target="_blank"><img src="http://ijain.org/public/site/images/apranolo/Crossref_Logo_Stacked_RGB_SMALL.png" alt="" height="14" /></a></strong></td></tr><tr valign="top"><td width="20%">Print ISSN</td><td width="80%"><strong><a href="http://u.lipi.go.id/1487651542" target="_blank">2549-7332</a></strong></td></tr><tr valign="top"><td width="20%">Online ISSN</td><td width="80%"><strong><a href="http://u.lipi.go.id/1514898035" target="_blank">2614-1167</a></strong></td></tr><tr valign="top"><td width="20%">OAI Address</td><td width="80%"><strong><a href="/index.php/historis/oai">http://journal.ummat.ac.id/index.php/historis/oai</a></strong></td></tr><tr valign="top"><td width="20%">Editor-in-Chief</td><td width="80%"><a href="https://scholar.google.co.id/citations?hl=id&user=ELl91i8AAAAJ" target="_blank"><strong>Ahmad Afandi</strong></a></td></tr><tr valign="top"><td width="20%">Publisher</td><td width="80%"><strong><a href="/index.php/">University of Muhammadiyah Mataram</a></strong></td></tr><tr valign="top"><td width="20%">Contact</td><td width="80%"><strong><a href="mailto:historis.ummat@gmail.com" target="_blank">historis.ummat@gmail.com</a> | +62 852-3764-1341 </strong></td></tr><tr valign="top"><td width="20%">Publication</td><td width="80%"><strong>Juni 2017</strong></td></tr></tbody></table><p><strong>Jurnal Historis</strong> merupakan jurnal <em>open-access</em> yang memuat naskah atau hasil penelitian di bidang kependidikan sosial khususnya sejarah yang dikelola oleh Program Studi Pendidikan Sejarah FKIP UM Mataram. Adapun ruang lingkup Jurnal Historis berupa hasil penelitian pendidikan & pengembangan kependidikan di bidang sejarah, sosial, sosiologi, budaya, adat istiadat, permainan rakyat, lembaga kemasyarakatan yang bergerak di bidang sejarah dan sosial dalam pengembangan pemuda, remaja, dan masyarakat secara berkelanjutan. Artikel yang masuk ke meja tim redaksi akan melalui proses seleksi tim editor dan mitra bestari (reviewer). Jurnal ini terbit secara berkala sebanyak 2 kali dalam setahun yaitu <strong>Juni</strong> dan <strong>Desember.</strong></p>//ojs-upgrade.ummat.ac.id/index.php/historis/article/view/9343PERAN SENTRAL POTENSI GEOGRAFIS TERHADAP PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN KERAJAAN MATARAM ISLAM2023-08-03T21:50:37+08:00Risma Margaretha Sinagarisma.margaretha@fkip.unila.ac.idRisma Margaretha Sinagarisma.margaretha@fkip.unila.ac.idNur Indah Lestarinur.indahlestari@fkip.unila.ac.idNur Indah Lestarinur.indahlestari@fkip.unila.ac.idArini Gita Cahyaniarini.gita302819@students.unila.ac.idAnatasia Ramadantianatasia.ramadanti302619@students.unila.ac.idAnatasia Ramadantianatasia.ramadanti302619@students.unila.ac.id<p>Kerajaan Mataram Islam merupakan kerajaan bercorak agraris yang dirintis oleh Ki Gede Pemanahan pada abad ke-16 M setelah memisahkan diri dari pemerintahan Kerajaan Pajang. Jauh sebelum Kerajaan Islam dibangun, kawasan ini merupakan kawasan hutan bernama <em>Alas Mentaok</em> yang diberikan kepada Sultan Adiwijaya setelah Ki Gede Pemanahan membantu Kerajaan Pajang melawan serangan Arya Penangsang dari Jipang. Sepeninggal Ki Gede Pemanahan, kekuasaan pemerintahan Kerajaan Mataram Islam dipegang oleh Panembahan Senapati dan berhasil mencapai masa kejayaannya ketika dipimpin oleh Sultan Agung. Kerajaan Mataram Islam sebagai kerajaan yang bercorak agraris sangat mengandalkan kegiatan bercocok tanam atau bercocok tanam untuk menjalankan kegiatan ekonomi kerajaan. Oleh karena itu, potensi geografis sangat berpengaruh bagi perkembangan dan kemajuan ekonomi Kerajaan Mataram Islam. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan mendeskripsikan peran sentral potensi geografis dalam perkembangan ekonomi Kerajaan Mataram Islam. Dalam penelitian ini digunakan metode penelitian sejarah dengan pengumpulan data dilakukan dengan studi kepustakaan. Dari hasil penelitian ditemukan, letak geografis dan potensi sangat mempengaruhi orientasi ekonomi suatu wilayah, tidak terkecuali di Kerajaan Mataram Islam. Wilayah Kerajaan Mataram Islam terletak di daerah pedalaman untuk dijadikan daerah pertanian dengan komoditas yang bervariasi. Selain itu, Kerajaan Mataram Islam terus mengembangkan kegiatan maritim, terutama kegiatan perdagangan dari dalam dengan daerah di luar Jawa.</p><p><em>The Islamic Mataram Kingdom is an agrarian style kingdom which was pioneered by Ki Gede Pemanahan in the 16th century AD after breaking away from the Pajang Kingdom government. Long before the Islamic Kingdom was built, this area was a forest area called Alas Mentaok which was awarded to Sultan Adiwijaya after Ki Gede Pemanahan helped the Pajang Kingdom against the Arya Penangsang attack from Jipang. After the death of Ki Gede Pemanahan, the ruling power of the Islamic Mataram Kingdom was held by Panembahan Senapati and succeeded in reaching its heyday when led by Sultan Agung. The Islamic Mataram Kingdom as an agrarian-style kingdom relied heavily on farming or farming activities to carry out the kingdom's economic activities. Therefore, geographical potential is very influential for the development and economic progress of the Islamic Mataram Kingdom. This study aims to identify and describe the central role of geographic potential in the economic development of the Islamic Mataram Kingdom. In this study, historical research methods were used with data collection carried out by literature study. From the results of the research found, geographical location and potential greatly affect the economic orientation of a region, not least in the Islamic Mataram Kingdom. The territory of the Islamic Mataram Kingdom was located in an inland area to be used as an agricultural area with varied commodities. In addition, the Islamic Mataram Kingdom continued to develop maritime activities, especially trading activities from the interior with areas outside Java.</em></p>2023-07-28T00:00:00+08:00Copyright (c) 2023 Historis : Jurnal Kajian, Penelitian dan Pengembangan Pendidikan Sejarah//ojs-upgrade.ummat.ac.id/index.php/historis/article/view/11486SEJARAH DAN KEUNIKAN NILAI BUDAYA MASJID CHENG HO DI PALEMBANG2023-08-03T21:50:37+08:00Maryamah Maryamahmaryamah_uin@radenfatah.ac.idRia Agustinariaagustinaaaa07@gmail.comYuniar Robiatyyuniarrobiaty@gmail.comFina Yulia Anggrainifinaagr23@gmail.com<p class="IEEEParagraph"><strong>Abstrak</strong>: Penelitian bertujuan untuk mengetahui sejarah dan keunikan nilai budaya Masjid Cheng Ho di Palembang. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif melalui observasi langsung dan mengkaji dengan melakukan studi kepustakaan (<em>library</em> <em>research</em><em>)</em> untuk memperoleh data penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Masjid Al-Islam Muhammad Cheng Ho Sriwijaya Palembang atau sering dikenal dengan masjid Cheng Ho yang merupakan salah satu masjid bernuansa Islam Tionghoa yang diresmikan pada tahun 2008. Masjid Al-Islam Muhammad Cheng Ho didirikan oleh keluarga PITI Sumsel di atas tanah hibah dari PT. Amen Mulia kepada Organisasi PITI melalui perantara H. Syahrial Oesman atas berkah jasa kyai Palembang KH.Mudarrin. SM dan Kgs KH. M. Zen Syukri bin Kgs K. H Hasan Syukri yang juga merupakan pendiri Masjid Al-Islam Muhammad Cheng Ho dan Yayasan Muhammad Cheng Ho Sriwijaya PITI Sumsel yang saat itu diketuai oleh Bapak H. Haryanto. Berdasarkan penelitian menyatakan bahwa Masjid Cheng Ho juga memiliki keunikan pada bagian ornamen. Dimana ornamen masjid Cheng Ho memiliki perpaduan antara kebudayaan muslim Tionghoa dengan budaya Melayu, dan Nusantara. Ornamen yang menjadi ciri khas masjid Cheng Ho yaitu ada pada bagian gapura dan menara masjid. Hal ini dapat dilihat dari bentuk dan warna yang digunakan yaitu seperti nuansa Tionghoa atau Cina.</p><p><strong><em>Abstract: </em></strong><em>This study aims to determine the history and unique cultural values </em><em></em><em>of the Cheng Ho Mosque in Palembang. The method used in this study is a qualitative method through direct observation and review by conducting library research to obtain research data. The results showed that the Al-Islam Muhammad Cheng Ho Mosque Sriwijaya Palembang or often known as the Cheng Ho mosque which is one of the mosques with Chinese Islamic nuances which was inaugurated in 2008. Al-Islam Muhammad Cheng Ho Mosque was founded by the PITI family in South Sumatra on a land grant. from PT. Amen Mulia to the PITI Organization through the intermediary of H. Syahrial Oesman for the blessing of the Palembang kyai KH.Mudarrin. SM and Kgs KH. M. Zen Syukri bin Kgs K. H Hasan Syukri who is also the founder of the Muhammad Cheng Ho Al-Islam Mosque and the Muhammad Cheng Ho Sriwijaya Foundation PITI Sumsel which at that time was chaired by Mr. H. Haryanto. Based on research, it is stated that Cheng Ho Mosque also has a uniqueness in the ornament section. Where the ornaments of the Cheng Ho mosque have a blend of Chinese Muslim culture with Malay culture, and the archipelago. The ornaments that characterize the Cheng Ho mosque are on the gates and minarets of the mosque. This can be seen from the shapes and colors used, which are like Chinese or Chinese nuances. </em></p>2023-06-28T00:00:00+08:00Copyright (c) 2023 Historis : Jurnal Kajian, Penelitian dan Pengembangan Pendidikan Sejarah//ojs-upgrade.ummat.ac.id/index.php/historis/article/view/11715SEJARAH KOTA SINTANG DARI 1822 –1900-an2023-08-03T21:50:37+08:00Andang Firmansyahandang.firmansyah@fkip.untan.ac.id<p><strong>Abstrak</strong>:<em> </em>Penelitian ini bertujuan membahas sejarah Sintang dari tahun 1822 – 1900-an yang dibagi dalam empat periode yaitu Kerajaan Sintang, Sintang pada masa Kolonial Belanda dan Jepang, Sintang pada Abad 19, dan Sintang pada Abad 20. Metode penelitiannya menggunakan metode sejarah yang terdiri dari pengumpulan sumber (<em>heuristik</em>), kritik sumber, <em>interpretasi</em>, dan <em>historiografi</em> atau penulisan sejarah. Hasil dari penelitian ini adalah Sintang merupakan bagian dari wilayah Kalimantan Barat yang terletak di bagian hulu Sungai Kapuas. Sejak masa Kerajaan Sintang sampai masuknya Belanda dan Jepang, Sintang memiliki sejarah yang panjang. Pemerintahan, perekonomian, serta pemukiman di Sintang tidak lepas dari peran penting Sungai Kapuas dan Sungai Melawi. Tempat pertemuan antara kedua sungai tersebut menjadi pusat pemerintahan dan perekonomian berkembang karena letaknya yang strategis. Selain itu juga sebagai pusat pertahanan karena dapat memantau kapal keluar masuk dari dari daerah hulu. Kerajaan Sintang, Pemerintahan Belanda, dan kawasan perekonomian etnis Tionghoa berkembang di daerah tersebut. Perkembangan perekonomian dan pemerintahan inilah yang membuat masyarakat memilih untuk menetap dan membuka pemukiman tidak jauh dari tempat tersebut serta mempengaruhi pada periode-periode selanjutnya.</p><p><strong><em>Abstract:</em></strong><em>  This study aims to discuss the history of Sintang from 1822-the 1900s, which is divided into four periods, namely the Sintang Kingdom, Sintang during the Dutch and Japanese Colonial times, Sintang in the 19th Century, and Sintang in the 20th Century. The research method uses historical methods consisting of collecting sources (heuristics), source criticism, interpretation, and historiography or historical writing. The results of this study are that Sintang is part of the West Kalimantan region, which is located in the upper part of the Kapuas River. From the time of the Sintang Kingdom until the entry of the Netherlands and Japan, Sintang has a long history. The government, economy, and settlements in Sintang cannot be separated from the vital role of the Kapuas River and Melawi River. The meeting place between the two rivers becomes the centre of government and the growing economy because of its strategic location. In addition, it is also a defence centre because it can monitor ships in and out of the upstream area. The Sintang Kingdom, the Dutch Government, and the ethnic Chinese economic zone developed in the area. The development of the economy and government made people choose to settle and open settlements not far from the place and affected the following periods.</em></p>2023-06-28T00:00:00+08:00Copyright (c) 2023 Historis : Jurnal Kajian, Penelitian dan Pengembangan Pendidikan Sejarah//ojs-upgrade.ummat.ac.id/index.php/historis/article/view/16767PERJUANGAN RAKYAT MUSI ULU RAWAS PADA MASA REVOLUSI FISIK TAHUN 1945-19492023-08-03T21:50:37+08:00Nisa Maulia Ardiantinisamaulia04@gmail.comSarkowi Sarkowisarkowisulaiman@gmail.comIra Miyarni Sutiyaningsihirastkip@gmail.com<p><strong>Abstrak</strong>: Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tentang Perjuangan Rakyat Musi Ulu Rawas Pada Masa Revolusi Fisik tahun 1945-1949. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian sejarah (<em>historis</em>) dengan langkah-langkah antara lain: Hauristik, Kritik Sumber, Interpretasi, dan Historiuografi. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa perjuangan yang dillakukan oleh rakyat Musi Ulu Rawas pada masa Revolusi Fisik tahun 1945-1949 antara lain dengan menggunakan berbagai cara seperti melakukan penculikan kepada para tentara serdadu Jepang dan pencurian senjata milik Jepang, serangan yang dilakukan secara diam-diam atau secara langsung, serta dengan menggunakan taktik bumi hangus guna menghalau perjalanan pasukan Belanda yang ingin menguasai tanah Lubuklinggau sehingga pertempuran dan gencatan sejata pun tidak dapat untuk terelakkan lagi. Karena tidak sepadannya jumlah pasukan dan persediaan senjata yang dimiliki oleh para pasukan pejuang Musi Ulu Rawas terhadap pasukan musuh menyebabkan bayang sekali korban yang berjatuhan di pihak Indonesia. Hingga pada puncaknya diberikannya hak kedaulatan bangsa Indonesia oleh Belanda dari hasil keputusan KMB yang dilakukan di Belanda.</p><p><strong><em>Abstract:</em></strong><em> </em><em>This study aims to describe the Struggle of the People of Musi Ulu Rawas During the Physical Revolution Period 1945-1949. The method used in this study is historical (historical) research with steps including: Hauristics, Source Criticism, Interpretation, and Historiuography. The results of this study indicate that the struggle carried out by the people of Musi Ulu Rawas during the Physical Revolution in 1945-1949 included using various methods such as kidnapping Japanese soldiers and stealing Japanese weapons, attacks carried out secretly or directly, as well as using scorched earth tactics to dispel the passage of Dutch troops who wanted to control Lubuklinggau land so that fighting and a ceasefire could no longer be avoided. Because the disproportionate number of troops and weapons stocks owned by the Musi Ulu Rawas fighters against the enemy troops led to the shadow of the casualties on the Indonesian side. Until at its peak, the Netherlands granted the sovereign rights of the Indonesian nation as a result of the KMB decision made in the Netherlands.</em></p>2023-06-28T00:00:00+08:00Copyright (c) 2023 Historis : Jurnal Kajian, Penelitian dan Pengembangan Pendidikan Sejarah//ojs-upgrade.ummat.ac.id/index.php/historis/article/view/15259IRIAN BARAT DI MATA SULTAN ZAINAL ABIDIN SYAH: DARI KONFERENSI MALINO HINGGA OPERASI TRIKORA2023-08-03T21:50:37+08:00Febi Anggono Suryofebianggonos@upnvj.ac.id<p><strong>Abstrak</strong>: Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan pandangan dari Sultan Zainal Abidin Syah dari Kesultanan Tidore mengenai Irian Barat dalam usahanya mengembalikan Irian Barat ke Tidore dan Indonesia. Metode penelitian yang digunakan adalah metode sejarah dengan heuristik berupa: studi literatur, studi dokumen dan wawancara, kemudian kritik, interpretasi dan historiografi. Hasil dari penelitian ini dijelaskan bahwa upaya dari Belanda memisahkan Irian Barat dari Indonesia, diawali dengan diadakannya konferensi Malino yang membuat wilayah Indonesia menjadi negara federal yang lantas membuat Sultan Zainal Abidin Syah keberatan. Upaya dari Belanda untuk bernegosiasi mengenai masalah Irian Barat juga dilakukan dengan cara mengajak Sultan Zainal Abidin dan Sultan Ternate menaiki kapal perang Belanda menuju Hollandia (sekarang Jayapura). Pasca bubarnya Republik Indonesia Serikat, Sultan Zainal Abidin diberikan mandat oleh Presiden Soekarno untuk membantu mengklaim wilayah Irian Barat agar masuk ke dalam Indonesia, yang pada tahun 17 Agustus 1956 kemudian diangkat menjadi Gubernur Provinsi Irian Barat yang pertama dengan ibukotanya Soa-sio, Tidore. Sultan Zainal Abidin menjadi Gubernur Irian Barat hingga tahun 1961, dan setelahnya membantu dalam usaha persiapan operasi Trikora.<em> </em><em></em></p><p><strong><em>Abstract:</em></strong><em>  This study aims to explain the views of Sultan Zainal Abidin Syah of the Tidore Sultanate regarding West Irian in his attempt to return West Irian to Tidore and Indonesia. The research method used is the historical method with heuristics in the form of: literature studies, document studies and interviews, then criticism, interpretation and historiography. The results of this study explained that the efforts of the Dutch to separate West Irian from Indonesia, began with the holding of the Malino conference which made the territory of Indonesia a federal state which then made Sultan Zainal Abidin Syah object. Efforts from the Netherlands to negotiate the West Irian issue were also made by inviting Sultan Zainal Abidin and the Sultan of Ternate to board a Dutch warship to Hollandia (now Jayapura). After the dissolution of the United States of Indonesia, Sultan Zainal Abidin was given a mandate by President Soekarno to help claim the territory of West Irian so that it would be included in Indonesia, who on 17 August 1956 was later appointed Governor of the first Province of West Irian with its capital Soasio, Tidore. Sultan Zainal Abidin served as Governor of West Irian until 1961, and thereafter assisted in the preparatory efforts for the Trikora operation.</em></p>2023-07-30T00:00:00+08:00Copyright (c) 2023 Historis : Jurnal Kajian, Penelitian dan Pengembangan Pendidikan Sejarah//ojs-upgrade.ummat.ac.id/index.php/historis/article/view/12483SEJARAH PRRI/PERMESTA: AWAL MULA MUNCULNYA OTONOMI DAERAH SECARA MENYELURUH DI INDONESIA2023-08-03T21:50:37+08:00Dhoni Frizky Aryasahabaryasahab289@gmail.com<p>Indonesia salah satunya PRRI/Permesta. Sumatera Barat menjadi salah satu daerah yang mendapatkan dampak tersebut. Pemberontakan ini terjadi karena adanya bentuk ketidakseimbangan ekonomi antara pulau jawa dengan pulau lainnya, sehingga PRRI/Permesta memunculkan ide untuk menyamaratakan bentuk keseimbangan ekonomi dengan cara desentralisasi atau otonomi daerah. Artikel ini bertujuan untuk mengetahui bentuk refleksi dari pemberontakan PRRI/Permesta berupa otonomi daerah dan juga sebagai sumber pembelajaran bagi para pembaca. Metode desfkriptif menjadi metode dalam artikel ini dengan menggunakan Teknik pengumpulan data berupa studi kepustakaan. Metode studi Pustaka ini melalui pencarian referensi atau sumber mengenai permasalahan yang ditemukan didalam jurnal, artikel ilmiah. Dengan demikian dapat diketahui bahwa sejarah pemberontakan PRRI/Permesta sebagai refleksi adanya bentuk otonomi daerah di Indonesia.</p><p><strong><em>Abstract:</em></strong><em>  The struggle of the Indonesian nation against the disintegration of the nation occurs throughout Indonesia, one of which is PRRI/Permesta. West Sumatra is one of the areas affected by this. This rebellion occurred because of the form of economic imbalance between the island of Java and other islands, so that PRRI/Permesta came up with the idea to generalize the form of economic balance by means of decentralization or regional autonomy. This article aims to find out the form of reflection of the PRRI/Permesta rebellion in the form of regional autonomy and also as a source of learning for readers. The descriptive method is the method in this article by using data collection techniques in the form of library research. This library study method is through searching for references or sources regarding problems found in journals, scientific articles. Thus, it can be seen that the history of the PRRI/Permesta rebellion is a reflection of the existence of a form of regional autonomy in Indonesia.</em></p>2023-06-28T00:00:00+08:00Copyright (c) 2023 Historis : Jurnal Kajian, Penelitian dan Pengembangan Pendidikan Sejarah//ojs-upgrade.ummat.ac.id/index.php/historis/article/view/10508LAGU DAERAH TRADISIONAL BUTON WOLIO: SEBUAH EKSPRESI APRESIASI TERHADAP LANSKAP2023-08-03T21:50:37+08:00Ray March Syahadatsyahadatraymarch@gmail.comImran Kudushafsahbaabud60@gmail.comSilvery Nur Puspitasilvery.nur.puspita.se@gmail.com<p><strong>bstrak</strong>:<em> </em>Masyarakat Buton Wolio memiliki apresiasi yang tinggi terhadap lanskap yang dibuktikan dari persepsi dan produk budaya seperti linguistik dan kesenian. Artikel ini mencoba untuk mendalami hal tersebut melalui lagu daerah tradisional Buton Wolio. Adapun tujuannya untuk menggali ekpresi sebagai wujud apresiasi terhadap lanskap melalui lagu daerah Buton Wolio. Tahapan yang dilakukan pada penelitian ini terdiri atas empat yaitu pengumpulan data, transkripsi, translasi, dan analisis yang dilakukan secara deskriptif. Faktor-faktor yang yang menjadi fokus ekspresi terdiri atas enam aspek yaitu pengaruh lima panca indra, warna, pemandangan, tanaman lanskap, waktu, dan deskripsi mengenai sistem ekologi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat tiga belas lagu daerah tradisional Buton Wolio yang berdasarkan ekspresi lanskapnya dibagi menjadi tiga kelompok. Adapun pembagiannya tiga lagu mengekpresikan lanskap secara langsung, tujuh lagu mengekspresikan lanskap secara tidak langsung, dan dua lagu tidak mengekspresikan lanskap. Lagu yang mengekspresikan lanskap secara langsung menceritakan keindahan lanskap dari titik pandang di Kota Baubau. Lagu yang mengekspresikan lanskap secara tidak langsung umumnya berisikan nasehat, kesedihan, penyemangat, dan sindirian dengan mempersonafikasi lanskap agar mudah dibayangkan dan dipahami oleh pendengar. Melalui lagu daerah tardisional juga memberikan gambaran bentuk lanskap di Buton khususnya Kota Baubau pada masa lampau.</p><p><strong><em>Abstract:</em></strong><em>  Previous research has reported that the Buton Wolio community has a high appreciation of the landscape as evidenced by perceptions and cultural products such as linguistics and art. This article tries to explore this matter through the traditional folk song of Buton Wolio. The goal is to explore expressions as an appreciation for the landscape through the folk song of Buton Wolio. The stages carried out in this study consisted of four, namely data collection, transcription, translation, and analysis carried out descriptively. The factors that become the focus of expression consist of six, namely the influence of the five senses, color, scenery, landscape plants, time, and a description of the ecological system. Based on the results found, there are third teen traditional folk songs of Buton Wolio which are divided into three groups based on their landscape expressions. Three songs express landscapes directly, seven songs express landscapes indirectly and two songs do not express landscapes. The song that expresses the landscape directly tells the beauty of the landscape from a vantage point in Baubau City. Songs that express landscapes indirectly generally contain advice, sadness, encouragement, and satire by personifying the landscape so that it is easy to imagine and understand by listener. Through traditional folk songs, it also provides an overview of the landscape in Buton, especially Baubau City in the past.</em></p>2023-06-28T00:00:00+08:00Copyright (c) 2023 Historis : Jurnal Kajian, Penelitian dan Pengembangan Pendidikan Sejarah//ojs-upgrade.ummat.ac.id/index.php/historis/article/view/7949PERANAN DAN KEPENTINGAN NASIONAL INDONESIA DALAM PENYELESAIAN KONFLIK ANTARA ARAB SAUDI-IRAN TAHUN 20162023-08-03T21:50:37+08:00Martin Rizaldimartin.rizaldi.1907316@students.um.ac.idVinda Regita Cahyanivinda.regita.1907316@students.um.ac.id<p><strong>Abstrak</strong>:<em> </em>Konflik antara Arab Saudi dan Iran merupakan konflik yang berlatar belakang sektarianisme. Dimensi sektarian dinilai menjadi faktor utama munculnya konflik yang terjadi antara Arab Saudi dan Iran yang semakin berkelanjutan. Artikel ini bertujuan untuk menjelaskan Peran dan Kepentingan Nasional Indonesia dalam Penyelesaian Konflik Arab Saudi dan Iran Tahun 2016. Metode penyusunan artikel ini menggunakan metode literature review, yaitu menggunakan sumber referensi dari buku dan jurnal. Pada tahun 2016, konflik menjadi semakin tegang karena Arab Saudi mengeksekusi seorang ulama Syiah, Syaik Nimr Baqr Al-Nimr, yang dituduh melakukan tindakan terorisme. Eksekusi tersebut semakin menghambat upaya perdamaian di kawasan Timur Tengah. Indonesia sendiri berperan dalam mewujudkan upaya perdamaian di kawasan Timur Tengah, seperti dalam penyelesaian konflik Arab Saudi-Iran tahun 2016, yaitu sebagai mediator atau penengah konflik. Peran Indonesia dalam menyelesaikan konflik di Timur Tengah sangat dihargai dan tidak merugikan kepentingan nasional atau prinsip politik Indonesia.</p><p><strong><em>Abstract:</em></strong><em>  The conflict between Saudi Arabia and Iran is a conflict with a background of sectarianism. The sectarian dimension is considered to be the main factor in the emergence of the conflict that has occurred between Saudi Arabia and Iran which has become increasingly sustainable. This article aims to explain the Role and National Interest of Indonesia in Resolving the Conflict between Saudi Arabia and Iran in 2016. The method of compiling this article uses the literature review method, which uses reference sources from books and journals. In 2016, the conflict became increasingly tense because Saudi Arabia executed a Shia cleric, Syaik Nimr Baqr Al-Nimr, who was accused of carrying out acts of terrorism. The executions have further hampered peace efforts in the Middle East region. Indonesia itself plays a role in realizing peace efforts in the Middle East region, such as in the resolution of the Saudi Arabia-Iran conflict in 2016, namely as a mediator or conflict mediator. The role played by Indonesia in resolving conflicts in the Middle East is highly valued and does not damage Indonesia's national interests or political principles.</em></p>2023-06-28T00:00:00+08:00Copyright (c) 2023 Historis : Jurnal Kajian, Penelitian dan Pengembangan Pendidikan Sejarah//ojs-upgrade.ummat.ac.id/index.php/historis/article/view/16889POLA KEHIDUPAN KELOMPOK ETNIS TIONGHOA TERHADAP DISKRIMINASI PADA MASA ORDE BARU 1966-19982023-08-03T21:50:37+08:00Nathanael Agung Kristantonathanagung2542@gmail.com<p><strong>Abstrak</strong>:<em> </em>Tulisan ini menjelaskan bagaimana tindakan diskriminatif yang diterima masyarakat Etnis Tionghoa selama periode tahun 1966-1998. Tindakan diskriminatf in terjadi karena adanya peraturan-peraturan yang menunjukkan adanya diskriminatif. Tulisan ini menggunakan metode kajian literatur yang mengakji berbagai literatur tentang tema ini dan diinterpretasi menjadi tulisan yang sesuai dengan tema yang dipilih. Tindakan diskriminatif ini terjadi diberbagai bidang mulai dari bidang sosial, budaya, dan ekonomi. Hal lain yang terjadi juga permasalahan dwi kewarganegaraan yang mengarah ke tindakan diskriminatif masyarakat etnis Tionghoa. Hal ini menjadikan budaya serta kehidupan masyarakat Etnis Tionghoa menjadi terbiasa dengan adanya diskriminasi. Pada akhirnya masyarakat etnis Tionghoao juga menerima-menerima saja dan menangapi peraturan diskriminatif itu dengan jalur damai karena takut ada ancaman penjara bagi yang melanggar. Semoga kedepannya diskriminasi tidak lagi terjadi.</p><p><strong><em>Abstract:</em></strong><em>  </em><em>This paper describes how the discriminatory actions received by the ethnic Chinese community during the period 1966-1998. This discriminatory action occurs because of regulations that indicate discriminatory actions. This paper uses a literature review method that examines various literatures on this theme and is interpreted into writings that are in accordance with the chosen theme. These discriminatory actions occur in various fields ranging from social, cultural, and economic fields. Another thing that happened was the problem of dual citizenship which led to discriminatory actions by the ethnic Chinese community. This makes the culture and life of the ethnic Chinese community accustomed to discrimination. In the end, the Chinese ethnic community also accepted it and responded to the discriminatory regulations by peaceful means for fear of being threatened with imprisonment for those who violated it. Hopefully in the future discrimination will no longer occur.</em></p>2023-06-29T00:00:00+08:00Copyright (c) 2023 Historis : Jurnal Kajian, Penelitian dan Pengembangan Pendidikan Sejarah//ojs-upgrade.ummat.ac.id/index.php/historis/article/view/16927REVITALISASI KONSEP PENDIDIKAN ISLAM DALAM TATARAN PEMIKIRAN SOEKARNO2023-08-03T21:50:37+08:00Samingan Samingansamhistoriasocialstudies@gmail.com<p><strong>Abstrak</strong>: Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui revitalisasi pendidikan Islam dalam tataran pemikiran Soekarno. Metode digunakan penelitian ini menggunakan metode sejarah <em>(historical method)</em>. Adapun langkah yang digunakan dalam penelitian, yaitu pertama mengumpulkan sumber <em>(heuristik),</em> ke dua adalah kritik sumber atau <em>verifikasi,</em> langkah ke tiga <em>interpretasi,</em> langkan ke empat rekontruksi <em>historiografi</em> (penulisan sejarah). Hasil penelitian menunjukkan bahwa: Islam mengalami kemunduran. Hal ini disebabkan sebagaimana disampaikan Soekarno dalam pemikirannya yaitu tertutupnya pintu <em>ijtihad </em>dan masih berpegang pada <em>taqlid</em>. Proses pendidikan Islam yang dikembangkan masih bersifat tradisional anti modern. Soekarno mengatakan pendidikan Islam merupakan arena untuk mengasah akal, mempertajam akal, dan mengembangkan intelektualitas. Peran akal bagi Soekarno memiliki posisi penting dalam setiap langkah kehidupan manusia. Bagi Soekarno, hanya dengan cara tersebut kemajuan dibidang ilmu dan teknologi dapat diraih yang pada gilirannya membawa kebangkitan Islam. Soekarno menghendaki adanya integrasi antara pendidikan Islam dengan pengetahuan umum. Dengan adanya integrasi maka dengan mudah memahami nilai-nilai ke Islaman dengan baik sehingga akan terwujud kebahagiaan baik dunia maupun akhirat.</p><p><strong><em>Abstract: </em></strong><em>This study aims to determine the revitalization of Islamic education at Soekarno's level of thought. The method used in this study uses the historical method (historical method). The steps used in this research are first collecting sources (heuristics), second is source criticism or verification, third step is interpretation, fourth step is historiographical reconstruction (historical writing). The results of the research show that: Islam is experiencing setbacks. This is because, as Soekarno stated in his thoughts, namely the closing of the door to ijtihad and still adhering to taqlid. The process of Islamic education being developed is still traditional and anti-modern. Soekarno said Islamic education was an arena to hone reason, sharpen reason, and develop intellect. The role of reason for Soekarno has an important position in every step of human life. For Soekarno, only in this way could progress in the field of science and technology be achieved which in turn would bring about the revival of Islam. Soekarno wanted the integration between Islamic education and general knowledge. With integration, it is easy to understand Islamic values properly so that happiness will be realized in both the world and the hereafter.</em></p>2023-06-28T00:00:00+08:00Copyright (c) 2023 Historis : Jurnal Kajian, Penelitian dan Pengembangan Pendidikan Sejarah