Budaya Wedi Ruha (Injak Telur): Study Proses dan Pelaksanaan dalam Perkawinan Masyarakat Manggarai
DOI:
https://doi.org/10.31764/civicus.v11i1.16956Keywords:
Budaya, Wedi Ruha (Injak Telur), Perkawinan, MasyarakatAbstract
Perkawinan adat merupakan warisan dari para leluhur yang diturunkan secara turun temurun dari generasi ke generasi serta wajib ada dan dilaksanakan dalam sebuah pernikahan, sehingga hal itu menjadi sebuah budaya di masyarakat Manggarai. Tujuan penelitian ini untuk menjelaskan budaya Wedi Ruha (injak telur): study proses dan pelaksanaan dalam perkawinan masyarakat Manggarai. Metode penelitian menggunakan penelitian kualitatif dengan pendekatan studi literatur dan studi kasus. Pengumpulan data menggunakan teknik observasi, interview mendalam dan dokumentasi, kemudian selanjutnya analisis data menggunakan tahap pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, verifikasi/penarikan kesimpulan, dan keabsahan data. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Budaya Wedi Ruha (injak telur) dalam masyarakat manggarai memiliki tahapan yaitu proses negosiasi kedua pihak, melaksanakan akad nikah, melaksanakan budaya Wedi Ruha (injak telur), mendengarkan nasehat perkawinan dari tokoh agama dan tokoh adat dan pemberian ucapan selamat kepada mempelai. Pelaksanaan budaya Wedi Ruha (injak telur) dapat memberikan rasa solidaritas, kekeluargaan untuk melestarikan tradisi budaya yang telah lama berkembang di masyarakat manggarai.
Traditional marriage is an inheritance from the ancestors, passed down from generation to generation. It must exist and be carried out in a marriage to become a culture in the Manggarai community. This study aims to explain the culture of Wedi Ruha (step on the egg) by analysing the process and implementation of marriages in the Manggarai community. The research method uses qualitative research with a literature and case study approach. Data collection used observation techniques, in-depth interviews and documentation, and then data analysis used the stages of data collection, data reduction, data presentation, verification/conclusion, and data validity. The results showed that the culture of Wedi Ruha (stamped eggs) in the Manggarai community had stages, namely the process of negotiating the two parties, carrying out the marriage contract, carrying out the culture of Wedi Ruha (stepping eggs), listening to marriage advice from religious leaders and traditional leaders and congratulating the bride and groom. Implementing the Wedi Ruha culture (a step on the egg) can provide a sense of solidarity and kinship to preserve cultural traditions that have long developed in the Manggarai community
References
D. A. Tatengkeng, “Tradisi Belis dalam perkawinan suku Dawan:: Studi dinamika psikologis bagi perempuan yang sudah menikah.†Universitas Gadjah Mada, 2009.
A. Tuname, “Kompiang belis isi marxisme.†2013.
L. G. K. Dewa, I. W. Wiryawan, and A. A. O. Suciati, “Dampak Belis Dalam Perkawinan Adat Masyarakat Desa Riung, Kecamatan Cibal, Kabupaten Manggarai Provinsi Nusa Tenggara Timur,†Jurnal, Mhs. Pendidik., vol. 3, 2021.
W. F. Hilnicputro, “Akuntansi Sosial: Dalam Perspektif Belis Pernikahan Masyarakat Manggarai Barat,†J. Aktual Akunt. Keuang. Bisnis Terap., vol. 5, no. 1, pp. 178–185, 2022.
H. Kurnia, F. L. Dasar, and I. Kusumawati, “Nilai-nilai karakter budaya Belis dalam perkawinan adat masyarakat Desa Benteng Tado Kabupaten Manggarai Barat Nusa Tenggara Timur,†Satwika Kaji. Ilmu Budaya dan Perubahan Sos., vol. 6, no. 2, pp. 311–322, 2022.
P. R. Indonesia and I. Bab, “Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan,†Lembaran Negara Republik Indones. Tahun, 1974.
F. Kamal, “Perkawinan adat jawa dalam kebudayaan indonesia,†Khasanah Ilmu-Jurnal Pariwisata Dan Budaya, vol. 5, no. 2, 2014.
A. Asmaniar, “Perkawinan Adat Minangkabau,†Binamulia Huk., vol. 7, no. 2, pp. 131–140, 2018.
C. Lévi-Strauss, “Strukturalisme Antropologi,†Pemahaman Perkemb. Teor. Sastra, p. 139, 2020.
G. H. Mead, Mind, self, and society, vol. 111. University of Chicago press Chicago, 1934.
L. Binford, “Post-Pleistocene Adaptions. Dalam New Perspective in Archaelogy.†Ed. LR Binford dan SR Binford. Chicago: Aldine, 1968.
B. J. Meggers, “Vegetational fluctuation and prehistoric cultural adaptation in Amazonia: some tentative correlations,†World Archaeol., vol. 8, no. 3, pp. 287–303, 1977.
Koentjaraningrat, “Anthropology in Indonesia,†J. Southeast Asian Stud., pp. 217–234, 1987.
S. U. M. Ogos and I. W. Landrawan, “Pelaksanaan Adat Belis Dalam Sistem Perkawinan Masyarakat Di Kelurahan Pa’u Kecamatan Langke Rembong Kabupaten Manggarai,†Ganesha Civ. Educ. J., vol. 4, no. 1, pp. 64–72, 2022.
H. Ridus and N. L. P. Tejawati, “Sistem Perkawinan Wendo Pada Masyarakat Desa Golo Sembea Kecamatan Mbeliling Kabupaten Manggarai Barat,†Nirwasita J. Pendidik. Sej. Dan Ilmu Sos., vol. 1, no. 1, pp. 1–10, 2020.
K. Agul, D. R. Srinarwati, and S. Suhartono, “Peran Nilai Persaudaraan Dalam Tradisi Kumpul Kope Terhadap Pelaksanaan Perkawinan Di Manggarai Desa Terong Kecamatan Satarmese,†SNHRP, pp. 19–29, 2022.
M. M. Kardila, K. S. Arta, and I. W. P. Yasa, “Makna Belis Dalam Perkawinan Adat Pada Masyarakat Gumbang Desa Riung Kecamatan Cibal, Manggarai Sebagai Sumber Belajar Sejarah di Sma,†2021.