Upacara Penti Dalam Masyarakat Kampung Rato di Kabupaten Manggarai
DOI:
https://doi.org/10.31764/civicus.v8i2.2862Keywords:
Upacara, Penti, Masyarakat, Kampung Rato, ManggaraiAbstract
Masyarakat Manggarai merupakan salah satu kapital sosial yang ada dan hidup yakni lembaga adat. Lembaga adat memiliki peran penting sebagai pelaku utama atas kebudayaan dalam sebuah komunitas kecil yang kerap disebut sebagai beo/golo lonto (kampung). Beo atau sering juga disebut sebagai golo adalah suatu tempat tinggal yang dihuni oleh penduduk untuk selama-lamanya. Tujuan dalam artikel ini untuk menjelaskan upacara penti dalam masyarakat kampung rato di kabupaten manggarai. Metode penelitian yang dipakai adalah kualittaif dengan pendekatan deskriptif. Subjek penelitian berupa tokohadat, kepala desa, tokoh masyarakat dan masyarakat masnggarai. Analisis data menggunakan deskriptif analisis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pertama, Upacara Penti sebagai ungkapan rasa syukur baik kepada mori Jari (Tuhan, Pencipta dan Pemilik Kehidupan) maupun pelestarian, keamanan dan hasil panen empo mede (antheirs) yang melimpah. Kedua, praktek partisipasi dan kerjasama bersama, upacara esensial, yang membagi semua orang / kelompok secara langsung atau tidak langsung dan yang bekerja sama untuk merencanakan dan berkontribusi pada keberhasilan kasus. Ketiga, dengan adat dan warisan leluhur, upacara tidak hanya sebagai cara mengucapkan terima kasih kepada warga atas hasil panennya, tetapi juga sebagai cara untuk menyimpan tradisi dan warisan leluhur. Nilai dengan demikian adalah istilah yang mengacu pada hal-hal yang baik, layak, dapat diterima, nyata, signifikan, indah dan diinginkan dalam kehidupan manusia dalam masyarakat.
Â
The Manggarai community is one of the existing and living social capitals, namely traditional institutions. Customary institutions have an important role as the main actors of culture in a small community, which is often referred to as Beo/Golo Lonto (village). Parrots or often referred to as Golo is a place to live that is inhabited by residents forever. The purpose of this article is to explain the Penti ceremony in the community of Kampung Rato in the Manggarai Regency. The research method used is a qualitative descriptive approach. The research subjects were religious leaders, village heads, community leaders, and Manggarai communities. Data analysis using descriptive analysis. The results showed that first, the Penti ceremony as an expression of gratitude both to Mori Jari (God, Creator, and Owner of Life) and the preservation, safety, and abundant yields of Empo Mede (anthers). Second, the practice of participation and cooperation together, essential ceremonies, which share all people/groups directly or indirectly and who work together to plan and contribute to the case's success. Third, with customs and ancestral heritage, ceremonies are not only a way of saying thank you to the residents for their harvest, but also as a way to save traditions and traditional heritage. Value is a term that refers to things that are good, worthy, acceptable, real, significant, beautiful, and desirable in human life in society..
References
S. Ermelinda, “Eksistensi Upacara Adat ‘Penti’ Dalam Masyarakat Desa Golo Wuas Kecamatan Elar Kabupaten Manggarai Timur.†Universitas Muhammadiyah Mataram, 2019.
S. C. Nuka, S. Widiatmoko, and Y. Yatmin, “Studi Tentang Upacara‘ Penti’ Dalam Masyarakat Kabupaten Manggarai.†Universitas Nusantara PGRI Kediri, 2020.
F. Dahus, “Peranan Upacara ‘Penti’ Dalam Masyarakat Kabupaten Manggarai Timur,†Prodi Pendidik. Pendidik. Sej. Univ. PGRI Yogyakarta, 2017.
I. Anastasia, “Analisis Bentuk dan Fungsi Tradisi Penti Pada Masyarakat Manggarai.†Universitas Muhammadiyah Mataram, 2020.
M. Sutrisno and H. Putranto, Teori-teori kebudayaan. Kanisius, 2005.
S. Endraswara, “Metode Penelitian Kebudayaan,†Gadjah Mada, 2006.
C. A. Van Peursen, C. A. van Peursen, and D. Hartoko, Strategi kebudayaan. Kanisius, 2000.
R. Linton, “The cultural background of personality.,†1945.
A. Giddens, Modernity and self-identity: Self and society in the late modern age. Stanford university press, 1991.
E. B. Tylor, Primitive culture: Researches into the development of mythology, philosophy, religion, art and custom, vol. 2. J. Murray, 1871.
Y. M. Nggoro, “Motif pemirsa Surabaya dalam menonton program acara televisi OK-JEK di NET TV.†Widya Mandala Catholic University Surabaya, 2016.
P. Janggur, Sejarah Kota Ruteng. Perc.[ie Percetakan] Artha Gracia, 2010.
F. Ngare, “Studi komunikasi budaya tentang upacara ritual congko lokap dan penti sebagai media komunikasi dalam pengembangan pariwisata daerah manggarai provinsi nusa tenggara timur,†J-IKA, vol. 1, no. 1, pp. 40–49, 2014.
Y. Yunikson and I. W. Pantiyasa, “Peran Serta Masyarakat Dalam Pengembangan Wae Rebo Sebagai Sebuah Destinasi Pariwisata Berbasis Masyarakat Di Nusa Tenggara Timur,†J. Ilm. Hosp. Manag., vol. 7, no. 2, pp. 159–172, 2017.
F. Sunarti, “Ritual Penti Di Tanah Diaspora: Komunitas Manggarai Di Kalimantan Barat.â€
B. Itu and S. Pradoko, “Forms, Functions and Values of Mbata Singing in Penti Ceremony at Tana Rata Village, Kota Komba District, East Manggarai Regency,†in 3rd International Conference on Arts and Arts Education (ICAAE 2019), 2020, pp. 13–17.
W. Resmini, A. Sakban, and A. Fauzan, “Nilai-Nilai yang Terkandung pada Tradisi Paru Udu dalam Ritual Joka Ju Masyarakat Mbuliwaralau Kabupaten Ende Nusa Tenggara Timur Indonesia,†Civ. Pendidikan-Penelitian-Pengabdian Pendidik. Pancasila dan Kewarganegaraan, vol. 7, no. 2, pp. 66–75, 2019.